Sabtu, 30 April 2011

MENATA HATI KALA TAK HAPPY


MENATA HATI KALA TAK HAPPY
Ditulis oleh : Junainah Helmy

            Suatu ketika saya mendapati anak-anak didik saya tidak begitu kooperatif. Sejak saya masuk ke ruangan kelas, mereka sudah ribut, sulit dikendalikan. Itu bukan kali yang pertama, sebenarnya. Beberepa kali saya sudah mendapati stuasi yang demikian, dan biasanya saya menjadi jengkel, bahkan pernah marah pada anak-anak, meski akhirnya saya menyesal. Tetapi hari itu, saya coba katakan pada hati saya, “Calm down, please. Mereka kan anak-anak manis? Kalau didekati dengan santai, mungkin mereka akan dapat dikendalikan.”
            Ada seorang siswa pada hari itu, yang menarik perhatian saya. Gaya rambutnya baru. Biasanya rambutnya dibuat “jabrik”, hari itu dia tampil klimis, dengan rambutnya disisir rapi ke bawah dengan belahan tengah. Benar-benar lucu kelihatannya. Secara spontan saya tegur anak itu dengan santai, “Wah, hari ini Adi tampil dengan gaya baru, ya?” Kontan anak-anak lain ribut lagi, memberi komentar pada gaya rambut Adi yang baru.
Tapi itu tidak lama. Ketika saya beri pertanyaan berikutnya, mereka langsung antusias menjawabnya. Ini adalah pembuka jalan yang sangat mulus untuk menggiring mereka kepada pelajaran yang sesungguhnya. Dan ternyata benar. Pelajaran saya pada hari itu cukup lancar. Anak-anak juga sibuk berdiskusi ketika tiba saatnya untuk kerja kelompok. Mereka kelihatan santai belajar, sambil kadang-kadang terdengar celetukan dari mereka. Tapi tidak apa. Yang penting tidak mengganggu proses pembelajaran, dan yang lebih penting lagi, mereka dapat berhasil mengerjakan tugas pada hari itu dengan baik sekali, dan saya sangat puas dengan kegiatan pembelajaran pada hari itu.
Di saat lain sebelum itu, saya pernah mengalami situasi yang sama, di mana para siswa ribut banget. Tapi waktu itu saya tidak dapat mengontrol emosi, sehingga saya marah-marah pada mereka. Anak-anak memang selanjutnya diam, tetapi mereka diam karena takut. Dan saya lebih kecewa lagi karena ternyata pada hari itu mereka tidak dapat menyelesaikan tugas dari saya dengan baik. Dari delapan kelompok siswa, hanya tiga kelompok yang berhasil mengerjakan tugas dengan baik, dua kelompok dengan kualitas sedang-sedang saja, dan sisanya sungguh mengecewakan.
Di kesempatan lain, di rumah, saya juga pernah dibuat jengkel oleh anak-anak saya. Kedua anak laki-laki saya bertengkar, tanpa ada yang mau mengalah. Awalnya mereka Cuma bercanda. Tetapi lama-kelamaan mereka saling pukul dan sama-sama menangis. Saya marah, tetapi yang terjadi malah membuat saya menangis. Si kakak protes, dan tak henti-hentinya si kecil menangis. Lalu saya tenangkan pikiran, dan saya coba alihkan perhatian keduanya. Ternyata cara ini lebih gampang. Mereka lalu secara “nggak sengaja” menjadi akrab lagi, sambil tertawa-tawa mereka sudah mulai main “bersama” lagi.
Ada lagi suatu saat ketika saya merasa sangat cemburu pada suami. Saat itu sudah jam delapan malam dan dia belum pulang. Biasanya paling lambat maghrib dia sudah sampai rumah. Berkali-kali saya telepon ke mobile phone-nya, tidak dapat nyambung. Seolah setan sudah merong-rong pikiran saya, sampai saya berpikir yang tidak-tidak tentang suami saya. Jangan-jangan dia mampir ke temannya, jangan-jangan dia..... Aah.... tak sanggup benak saya meneruskannya. Dengan perasaan yang macam-macam, saya coba tenangkan pikiran saya. Saya katakan pada diri saya sendiri, “Please, dia sedang dalam perjalanan. Jangan-jangan dia dapat halangan di jalan.” Eh? Halangan? Saya terhenyak. Tiba-tiba saya menjadi takut sekali. Saya ambil air wudlu, lalu saya tenangkan pikiran, lalu mencoba ikhlas terhadap apapun yang akan terjadi. Dan, saya berhasil melewati saat-saat menegangkan seperti itu, sekaligus mengusir rasa cemburu saya serta pikiran-pikiran yang tidak-tidak tentang suami saya.
Pengalaman-pengalaman itulah yang kemudian menginspirasi saya untuk tidak marah-marah lagi di kelas dan dalam situasi lain yang mungkin membuat saya marah, mengubah kecemburuan dan ketakutan menjadi keikhlasan, dan membuat hidup menjadi lebih sederhana. Tidak rumit. Semoga saya serta pembaca sekalian selalu dikaruniai kekuatan untuk malakukannya.

Ditulis oleh Junainah Helmy, M.Pd.
Penulis adalah guru pada MAN 1 Boyolali, jalan kates Boyolali
Jawa Tengah – 57373



0 komentar:

Posting Komentar